Perlahan dengan sedikit berat menahan rasa kantuk di mataku
, aku pun memaksakan untuk membukanya. Kulihat jam dinding menunjukan pukul sepuluh pagi. Oh tuhan aku terlambat bangun kali ini. Bergegas akupun lari menuju kamar
mandi. Dengan cepat aku pun bersiap siap menuju ke sebuah taman tepi danau. Tempat
dimana aku membuat sebuah janji sepuluh tahun lalu dengan sahabat semasa
kecilku dulu.
“ dit… terima kasih kau telah menjadi sahabatku yang paling
peduli akan keadaanku. Engkau adalah satu satunya temanku yang tidak melihatku
dari kekuranganku. Kini aku pergi meninggalkan kota ini, meninggalkan kenangan
kenangan dimana kita lalui bersama. Tak banyak kata yang ingin aku ucap.. aku
hanya ingin radit tetaplah menjadi seorang radit. Jangan pernah jadi orang
lain. Aq salut dimana semua teman menjauhiku krn kekuranganku namun engkau
tetap setia menjadi temanku.
Meski kita jauh namun aku akan selalu mengingatmu.
Mungkin aku adalah seorang gadis yang tak bisa melihat dan taka da artinya
untuk mu dan orang lain namun engkau adalah malaikat penjagaku selama aku
bersamamu. Dit.. aku berharap sepuluh tahun lagi aku masih bisa bertemu
denganmu di tempat dimana aku menulis surat ini. Yah..di tepi danau inilah aku
akan menunggumu kelak. Meski aku tak bisa melihat namun aku bisa merasakan
kehadiranmu dalam hidupku. Dit, aku harap kamu menemuiku kelak. Apapun yang
terjadi aku akan berada disini menunggu kehadiranmu. Jika aku masih ada dalam
ingatanmu..salam hangat marsya. “
Sepucuk surak itulah yang selalu membenam di otakku selama
sepuluh tahun berlalu meski itu adalah
bukan tulisan tangganya namun aku masih bisa merasakan itu tulisan hatinya pada
saat itu. Dengan cepat ku kayuh sepeda ontel tua kenangan kami berdua semasa
dulu. Berharap marsya masih menunggu di taman tepi danau. Keringat bercucuran
di kening dan badanku namun tak kuhiraukan aku terus mengayuh kencang sepedaku.
Sampai lah aku di sebuah taman tepi danau dimana pohon pohon
hijau nan rindang penuh udara sejuk yang menyinggahi tubuhku penuh keringat
ini. Sedikit menyegarkan namun pikiran sedikitpun tak merasa tenang.
Dimana…dimana dia?? Dimana gadis yang sepuluh tahun itu
selalu bersamaku?? Aku berlari sekuat tenaga mengelilingi sudut taman tepi
danau itu.. dengan nafas terengah engah akupun teriak memanggil namanya…
marsyaaa…. Marsyaa…dimana kamu…!!? Entah apa yang ada di otakku.. aku terus
mengelilingi taman berharap sesosok wanita berdiri menyambut kedatanganku…
Ahh aku tak peduli orang melihatku seperti orang gila.. yang
ada di benakku hanyalah marsya. Aku ingin segera menemuinya. Dengan rasa yang
sangat lelah aku mencoba duduk sejenak di bawah sebuah pohon besar tepi danau…
tempat dimana kami berdua saling bercerita sepuluh tahun lalu.
Kubaca dan kubaca surat terakhir pemberian marsya berharap
aku dapat melihat wajahnya kembali.. namun sepertinya aku terlambat datang. Sungguh
aku menyesal, menyesal dengan pesta tadi malam yang membuatku tidur di waktu
subuh.
“ radit…” suara sesosok laki laki tua memanggil namaku
liirih…
Terhentak aku melihat ke belakangku… laki laki dengan
tongkat dan berkacamata.. sosok yang pernah aku kenal sebelumnya. Sejenak aku
berfikir tentang siapa dia. Yah aku ingat sekarang.. dia adalah tak lain ayah
marsya. Aku ingat betul.
“ benar kamu radit nak.. ?” Tanya lelaki itu
“ yah benar saya radit pak..? bagaimana bapak tau nama saya
radit? “ sahut ku kepada laki laki itu sembari bertanya bagaimana dia
mengenaliku.
“ sebenarnya bapak sudah melihatmu sejak kedatanganmu..
namun bapak masih ragu bahwa kamu nak radit teman marsya semasa kecil. Dan bapak
melihatmu berlarian mencari marsya dengan memanggil manggil nama marsya, dr
situ bapak yakin kalo nak radit adalah nak radit teman kecil anak bapak. Kini bapak
semakin yakin dengan melihat tali gelang yang kamu pakai sama persis dengan
gelang milik anak bapak marsya. “ tubuhnya yang renta berusaha menggapai
tubuhku seraya ingin memelukku menumpahkan kesedihan yang begitu mendalam. Aku makin
bingung dan bertanya Tanya kenapa bukan marsya yang hadir di hadapanku
melainkan ayahnya?? Akhirnya dengan erat lelaki itu merangkulku sembari
mengalirkan air mata kesedihan. Entah ada apa dengan dia.
“ pak, dimana marsya sekarang? Kenapa bukan dia yang
menemuiku? Kenapa justru bapak yang datang menemui radit? Dimana marsya
pak..apa dia baik baik saja? Tolong jawab pak…” tanyaku dengan nada penuh
pertanyaan dalam otakku ini “bapak kesini hanya ingin menyampaikan sesuatu
kepada nak radit.. “ dengan menahan air mata beliau pun melanjutkan
perkataannya “ satu bulan lalu marsya mengalami kecelakaan tertabrak mobil
disaat marysa ingin membelikan sebuah kado ulang tahun buat nak radit dan
niatnya ingin dia berikan hari ini tepat dimana kalian berdua akan bertemu..
marsya pergi ke sebuah toko souvenir diantar oleh perawat.. dan pada saat itu
saat perjalaanan pulang marsya ingin berjalan kaki ditemani oleh perawat. Mereka
berjalan bersama dan dengan tiba tiba dari arah kanan disaat mereka mau menyebrang datanglah sebuah mobil mewah
dengan melaju kencang dan menabrak marsya dengan perawat. nasib si perawat
dapat tertolong nyawanya… namun anak bapak marsya..seketika menghembuskan nafas
terakhirnya pada saat perjalanan ke rumah sakit. “
Keringat dingin seketika mengucur di tubuhku mendengar kabar
berita itu. Seolah tak percaya aku mendengarnya. Ingin rasanya aku teriak namun
..aaarrgghhhh…. tidakk… sepuluh tahun penantianku tak terwujud untuk bertemu
dengan marsya…
“ bapak kesini ingin mengantarkan bingkisan ini untuk nak
radit…mungkin ini kado yang marsya beli sebelum dia pergi..terimalah nak…”
denga gemetar tangan tua itu memberikan sebuah bingkisan kepadaku..
Dengan menahan air mata, akupun membuka bingkisan itu..
Sebuah gelang tali bermotif klasik melingkar didalam kotak
itu.. bersama sepucuk surat yang dia tulis kan melalui si perawat
“ radit.. seumur hidupku mungkin aku tak pernah bisa
melihatmu… namun percayalah, aku akan selalu melihatmu dimanapun aku berada. Aku
menyayangimu …“
Pesan terakhir yang dia bisikkan kepada si perawat yg
tertulis untukku…
0 komentar :
Posting Komentar